Anotasi Bangku Plastik

Satu pertanyaan mendasar dalam setiap warung kopi adalah kenapa rata rata bangku di warung tidak ada sandarannya? Cuma sebuah bangku plastik berlabelkan singa dan bintang. Dan terkadang tingkat kestabilannya juga dipertanyakan.

Padahal alangkah nyamannya ketika punggung ini bisa disandarkan ketika sedang menyeruput kopi ditengah penatnya pekerjaan.

Kali ini saya kopi saya diseduh menggunakan gelas kaca bening dan ditataki oleh piring kecil. Sedikit lebih panas daripada biasanya. Aromanya lebih merasuki daripada kopi digelas plastik.

Entah aroma kopi yang merangsang logika saya untuk berpikir atau memang Tuhan sedang (tidak sengaja) meridhoi doa saya. Tiba-tiba saya berlogika sederhana mengenai polemik bangku warung ini.

Saya melihat beberapa orang yang sedang menikmati waktu kaburnya di warung kopi ini aneka ragam wajahnya. Tetapi mayoritas dari mereka berada dalam keadaan tersenyum atau paling tidak terdapat bibir yang menyeringai kecil.

Senyum ditengah kesibukan, menikmati seruputan kopi, meresapi persenyawaan nikotin dengan tubuh, mencermati masalah teman, menertawakan masalah sendiri atau apalah itu. Sepertinya lebih menyenangkan dengan bangku plastik tanpa sandaran dibandingkan duduk disebuah kursi berbantal empuk, mempunyai sandaran tangan dan leher tetapi tidak bisa tersenyum.

Hampir 60 menit berlalu, cangkir kopi pun sudah tidak pagi panas, bubuk kopi sudah terlihat mengendap dibawah gelas, pertanda sudah waktunya kembali beraktifitas.

Hembusan rokok terakhir, menelurkan hipotesa bahwa kursi plastik sederhana memang cocok untuk minum kopi sachet.

Tinggalkan komentar